POTRET PEDAGANG RANTAU ASAL GORONTALO
POTRET PEDAGANG RANTAU ASAL GORONTALO
Menelaah Tentang Faktor Pendorong Migrasi Pedagang Asal Gorontalo Di Pasar Tradisional Girian di
Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara.
Oleh
Ayu
Lestari Wehantouw, S. Sos
Menurut Teori Kuznet pembangunan di negara sedang berkembang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan namun disertai dengan timbulnya berbagai masalah pembangunan. Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang juga menghadapi banyak masalah dalam pembangunan ekonomi, antara lain: masalah pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). Tingkat pengangguran yang tinggi disertai dengan distribusi pendapatan yang tidak merata dan ketidakseimbangan struktural menyebabkan berbagai macam kesenjangan antara lain kesenjangan pendapatan daerah, tingkat upah, infrastruktur dan fasilitas. Kesenjangan-kesenjangan tersebut terjadi baik antar wilayah, regional maupun nasional. Kondisi tersebut mendorong masyarakat melakukan mobilitas ke wilayah lain. Masyarakat bermigrasi ke daerah yang lebih menguntungkan dalam arti ekonomi dengan tujuan utama memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
Migrasi dalam arti luas adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Migrasi tenaga kerja adalah bentuk spesifik dari perpindahan penduduk. Migrasi yang dilakukan tenaga kerja meliputi migrasi internal dan migrasi internasional Migrasi internal atau migrasi yang dilakukan di dalam negeri dianggap sebagai proses alamiah yang akan menyalurkan tenaga kerja dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Sedangkan migrasi internasional merupakan proses perpindahan tenaga kerja melewati batas negara karena adanya dorongan dan tujuan tertentu. Migrasi internasional yang semakin banyak dilakukan hampir di seluruh negara- negara di dunia dipandang sebagai keputusan yang rasional karena adanya tekanan (kondisi eksternal) yang dihadapi penduduk di dalam negeri (Tjiptoherijanto, 1999).
Bitung menjadi tujuan utama Perantau Gorontalo bermigrasi karena faktor geografis dan budaya. Secara geografis Bitung merupakan tetangga terdekat Gorontalo, jadi transportasi ke Bitung mudah, murah dan cepat. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor budaya, Bitung dan Gorontalo memiliki budaya yang hampir sama. Khususnya dari segi bahasa yang tidak berbeda jauh sehingga para perantau Gorontalo yang mayoritas berpendidikan rendah tidak terganggu kendala bahasa. Bitung juga merupakan kota industri di Sulawesi Utara yang mengalami perkembangan pembangunan yang pesat dan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang baik dan stabil. Semakin banyaknya faktor penarik dan pendorong migrasi berdampak pada meningkatnya jumlah migrasi Pedagang Rantau Gorontalo ke Bitung. Peningkatan migrasi Pedagang Rantau Gorontalo ke Kota Bitung menyebabkan semakin lancarnya arus informasi dari Bitung ke Gorontalo atau sebaliknya. Khususnya informasi mengenai keadaan lapangan pekerjaan yang dibawa langsung oleh tenaga kerja yang sudah bekerja di Bitung. Informasi ini selanjutnya akan mempengaruhi keputusan migran pada tahun berikutnya.
Kota Bitung Sulawesi Utara terletak pada posisi geografis yang wilayahnya mempunyai luas 33.279,10 Ha terbagi dalam delapan wilayah kecamatan serta 69 kelurahan, dimana penduduk kota Bitung didominasi oleh penduduk muda /dewasa. Dimana secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan . Dari total penduduk usia kerja(15 tahun ke atas), sebesar 62 persen penduduk kota Bitung termasuk dalam angkatan kerja. Pasar tenaga kerja kota Bitung juga di tandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya presentase penduduk usia kerja yang bekerja yang besarnya mencapai sekitar 89 persen pada tahun 2013. Kota Bitung selain didominasi oleh masyarakat suku Sangir dan Minahasa ada juga yang berasal dari Gorontalo merantau ke kota Bitung dalam mengubah nasib mereka. Banyak masyarakat dari Gorontalo merantau ke Bitung karena mereka berpikir bahwa di sana lebih cepat mendapatkan kerja dan lapangan kerjanya lebih banyak karena kota Bitung merupakan kota industri dan juga tingkat kemiskinan di sana lebih rendah dibandingkan tingkat kemiskinan rata-rata Provinsi Sulawesi Utara (Sumber Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2014, hlm 9).
Banyaknya kegiatan industri di kota Bitung menjadikan kota ini sebagai pusat atau sentra kegiatan industri di Provinsi Sulawesi Utara. Nilai investasi sektor industri lebih meningkat sehingga masyarakat Gorontalo merantau di kota Bitung, akan tetapi masyarakat Gorontalo di kota Bitung lebih banyak menjadi pedagang di pasar tradisoinal. Dalam hal ini saya memfokuskan penelitian saya pada pasar Girian yang ada di Kota Bitung. Dengan melihat kegiatan mereka , dari jam 5 pagi sebagian penjual sudah menjajakan jualan mereka, pembeli juga sudah ada yang datang di pasar Girian. Sayur-sayuran, rempah-rempah dan bahan sembako lainnya sudah lebih duluan dalam berdagang di mengingat barang-barang tersebut merupakan bahan-bahan pokok. Harga barang sembakau di pasar relatif stabil sama dengan daerah-daerah lainnya masih terjangkau di kalangan atas, kalangan menengah dan kalangan bawah. Lain halnya dengan rempah-rempah melonjak naik. Bagi pedagang sayuran, dan pedagang buah kondisi cuaca sangat di perhitungkan. Karena cuaca juga menentukan masa panen sayuran dan buah. Disaat hujan turun sayuran pun ikut layu dan tidak bisa dijual kembali. Begitu pula yang terjadi pada pedagang buah, pada pedagang buah jika hujan, maka buah yang dipanen saat itu dilihat dulu, apa ada yang sudah membusuk. Di musim penghujan kadar air dalam tanaman itu sangat di tentukan, jika kebanyakan air maka hasil panennya akan layu bagi tumbuhannya dan buahnya akan kelihatan kurang segar atau membusuk. Tidak hanya faktor cuaca pedagang buah juga mempunya masalah pada serangan hama yang ada di sekitar perkebunan. Jika terkena serangan hama, maka pedagang buah akan rugi besar, dimana kerugian besar itu diakibatkan kebanyakan buah- buahan yang akan di jual sudah dimakan oleh hama, bahkan ada yang sudah mengeluarkan bau busuk. Begitu pula sebaliknya dengan pedagang sembako, kecuali barang yang dijual bukan hanya kebutuhan bahan pokok aja, melainkan juga sampho, minyak goreng, dan lainnya
Penjualan sembako tidak ditentukan oleh faktor cuaca, karena bahan tersebut pada umumnya sudah dalam bentuk kemasan. Barang seperti ini jarang terjadi sistem tawar menawar ini terkait dengan harga yang disepakati bersama. Pada kenyataannya keuntungan mereka relatif stabil dan hampir tidak pernah mengalami kerugian. Untuk masalah komunikasi para pedagang sayuran, pedagang buah dan pedagang sembako tidak mengalami kendala. Hal yang menarik di bandingkan pasar lainnya, pasar Girian yaitu kebersihan lingkungannya, masyarakat di sekitar pasar, penjual,pembeli sangat memperhatikan kebersihan walaupun mereka tahu bahwa ada tugas kebersihan yang mengerjakan tugasnya sehingga tempat-tempat sampah di pasar tradisional sangat berfungsi dengan lingkungan yang bersih membuat penjual betah berdagang dan pembeli nyaman di pasar. Hujan, cerah, panas dan dingin merupakan faktor cuaca yang walaupun tidak begitu berpengaruh langsung namun secara psikologis mampu menghambat dan memperlancar proses jual beli. Harapan mereka adalah cuaca cerah dan suhu sedang. Kondisi seperti ini membuat mereka bertahan untuk melakukan rutinitasnya sebagai pedagang. Mereka lebih santai dalam melayani pembeli, karena pembeli tidak datang secara bergerombol dan tidak tergesa-gesa, sehingga mereka tidak merasa tertekan oleh pembeli dan rasa takut untuk rugi. Tetapi sebaliknya apabila cuaca buruk, mendung dan udara panas atau hujan dengan udara dingin, pembeli datang berbarengan atau bergerombol dan tergesa-gesa.
Pasar Girian tidak diatur melalui pembagian kelas berdasarkan suku, penjual asal Gorontalo, suku Minahasa dan Suku Sangir berbaur menjadi satu. Sehingganya pembagian kelas tidak menjadi hal utama di pasar tradisional Bitung. Namun, menurut pengamatan saya, tidak ada kompetisi di antara para pedagagang baik itu dari suku Gorontalo, suku Minahasa dan suku Sanger, sehingganya tidak ada pembagian kelas antar suku di pasar Girian. Pedagang asal Gorontalo, suku Minahasa dan suku Sangir bahkan berinteraksi dengan baik, bahkan sudah menjadi kerabat dekat antar para penjual Lihat dari histrorynya pedagang rantau bukan hanya masyarakat yang bermigrasio dari Gorontalo ke Bitung ada pula yang sudah berpuluhan tahun sudah tinggal di kota Bitung sehingganya perantau Gorontalo bukan semua bermigrasi dari Gorontalo ke Bitung. Namun perantau yang bermigrasi banyak datang di Bitung untuk meningkatkan status sosial yang awalnya sebagai petani merubah menjadi pedagang di Kota Bitung, Mereka beranggapan bahwa ekonomi kota Bitung lebih baik karena Bitung merupakan kota Industri sehingganya meningkatkan kualitas ekonomi kota Bitung. Letak pasar Girian yang berada di tengah-tengah pemukiman Kelurahan Weru 1 menyebabkan tidak memungkinkan untuk dilakukan pengembangan pasar, sedangkan menurut data tahun 2013 dari Dinas Pasar Kota Bitung jumlah pedagang yang ada sudah mencapai 715 pedagang dengan lahan yang tersedia yaitu 1,252 Ha. Angka ini menunjukan bahwa daya tampung pasar Girian sudah melebihi kapasitasnya yang seharusnya hanya menampung ±500 pedagang. Inilah sebabnya lokasi pasar Girian yang awalnya berada di pinggiran kota Bitung, yang merupakan lokasi yang tepat untuk pasar Tradisional, seiring dengan perkembangan menjadi tidak strategis lagi karena menyebabkan kemacetan.
Selain hal tesebut di atas, ada juga hal lain dalam pasar Girian yaitu faktor kepemilikkan tempat berjualan dan infrastruktur jalan menuju pasar, cara pedagang tradisional demi mendapatkan tempat jualan di pasar yaitu : para pedagang membayar konstribusi pada dinas pasar dengan besaran biaya/meja yang sangat beragam di mulai dari meja ukuran sedang di kenakan konstribusi sebesar Rp.5.000 per hari sedangkan untuk meja yang ukuran besar dengan harga Rp.10.000 per hari, selain itu mereka juga harus membayar biaya kebersihan dan biaya air berdasarkan kebutuhan masing-masing lapak/meja. Untuk masalah infrastruktur jalan, banyak pedagang yang mengeluh tentang infrastruktur tersebut, karena pintu masuk ke Pasar Tradisional diapit oleh kendaran berupa mobil-mobil dan motor yang parkir kenderaan tidak beraturan . Para pedagang susah untuk menjajakan barang dagangan mereka karena tempat mereka sudah menjadi sempit dan pembeli juga harus bersempit-sempitan karena kendaraan yang parkir sembarang tempat membuat penjual dan pembeli menjadi tidak nyaman.
Migrasi dalam arti luas adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Migrasi tenaga kerja adalah bentuk spesifik dari perpindahan penduduk. Migrasi yang dilakukan tenaga kerja meliputi migrasi internal dan migrasi internasional Migrasi internal atau migrasi yang dilakukan di dalam negeri dianggap sebagai proses alamiah yang akan menyalurkan tenaga kerja dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Sedangkan migrasi internasional merupakan proses perpindahan tenaga kerja melewati batas negara karena adanya dorongan dan tujuan tertentu. Migrasi internasional yang semakin banyak dilakukan hampir di seluruh negara- negara di dunia dipandang sebagai keputusan yang rasional karena adanya tekanan (kondisi eksternal) yang dihadapi penduduk di dalam negeri (Tjiptoherijanto, 1999).
Bitung menjadi tujuan utama Perantau Gorontalo bermigrasi karena faktor geografis dan budaya. Secara geografis Bitung merupakan tetangga terdekat Gorontalo, jadi transportasi ke Bitung mudah, murah dan cepat. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor budaya, Bitung dan Gorontalo memiliki budaya yang hampir sama. Khususnya dari segi bahasa yang tidak berbeda jauh sehingga para perantau Gorontalo yang mayoritas berpendidikan rendah tidak terganggu kendala bahasa. Bitung juga merupakan kota industri di Sulawesi Utara yang mengalami perkembangan pembangunan yang pesat dan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang baik dan stabil. Semakin banyaknya faktor penarik dan pendorong migrasi berdampak pada meningkatnya jumlah migrasi Pedagang Rantau Gorontalo ke Bitung. Peningkatan migrasi Pedagang Rantau Gorontalo ke Kota Bitung menyebabkan semakin lancarnya arus informasi dari Bitung ke Gorontalo atau sebaliknya. Khususnya informasi mengenai keadaan lapangan pekerjaan yang dibawa langsung oleh tenaga kerja yang sudah bekerja di Bitung. Informasi ini selanjutnya akan mempengaruhi keputusan migran pada tahun berikutnya.
Kota Bitung Sulawesi Utara terletak pada posisi geografis yang wilayahnya mempunyai luas 33.279,10 Ha terbagi dalam delapan wilayah kecamatan serta 69 kelurahan, dimana penduduk kota Bitung didominasi oleh penduduk muda /dewasa. Dimana secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan . Dari total penduduk usia kerja(15 tahun ke atas), sebesar 62 persen penduduk kota Bitung termasuk dalam angkatan kerja. Pasar tenaga kerja kota Bitung juga di tandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya presentase penduduk usia kerja yang bekerja yang besarnya mencapai sekitar 89 persen pada tahun 2013. Kota Bitung selain didominasi oleh masyarakat suku Sangir dan Minahasa ada juga yang berasal dari Gorontalo merantau ke kota Bitung dalam mengubah nasib mereka. Banyak masyarakat dari Gorontalo merantau ke Bitung karena mereka berpikir bahwa di sana lebih cepat mendapatkan kerja dan lapangan kerjanya lebih banyak karena kota Bitung merupakan kota industri dan juga tingkat kemiskinan di sana lebih rendah dibandingkan tingkat kemiskinan rata-rata Provinsi Sulawesi Utara (Sumber Badan Pusat Statistik Kota Bitung, 2014, hlm 9).
Banyaknya kegiatan industri di kota Bitung menjadikan kota ini sebagai pusat atau sentra kegiatan industri di Provinsi Sulawesi Utara. Nilai investasi sektor industri lebih meningkat sehingga masyarakat Gorontalo merantau di kota Bitung, akan tetapi masyarakat Gorontalo di kota Bitung lebih banyak menjadi pedagang di pasar tradisoinal. Dalam hal ini saya memfokuskan penelitian saya pada pasar Girian yang ada di Kota Bitung. Dengan melihat kegiatan mereka , dari jam 5 pagi sebagian penjual sudah menjajakan jualan mereka, pembeli juga sudah ada yang datang di pasar Girian. Sayur-sayuran, rempah-rempah dan bahan sembako lainnya sudah lebih duluan dalam berdagang di mengingat barang-barang tersebut merupakan bahan-bahan pokok. Harga barang sembakau di pasar relatif stabil sama dengan daerah-daerah lainnya masih terjangkau di kalangan atas, kalangan menengah dan kalangan bawah. Lain halnya dengan rempah-rempah melonjak naik. Bagi pedagang sayuran, dan pedagang buah kondisi cuaca sangat di perhitungkan. Karena cuaca juga menentukan masa panen sayuran dan buah. Disaat hujan turun sayuran pun ikut layu dan tidak bisa dijual kembali. Begitu pula yang terjadi pada pedagang buah, pada pedagang buah jika hujan, maka buah yang dipanen saat itu dilihat dulu, apa ada yang sudah membusuk. Di musim penghujan kadar air dalam tanaman itu sangat di tentukan, jika kebanyakan air maka hasil panennya akan layu bagi tumbuhannya dan buahnya akan kelihatan kurang segar atau membusuk. Tidak hanya faktor cuaca pedagang buah juga mempunya masalah pada serangan hama yang ada di sekitar perkebunan. Jika terkena serangan hama, maka pedagang buah akan rugi besar, dimana kerugian besar itu diakibatkan kebanyakan buah- buahan yang akan di jual sudah dimakan oleh hama, bahkan ada yang sudah mengeluarkan bau busuk. Begitu pula sebaliknya dengan pedagang sembako, kecuali barang yang dijual bukan hanya kebutuhan bahan pokok aja, melainkan juga sampho, minyak goreng, dan lainnya
Penjualan sembako tidak ditentukan oleh faktor cuaca, karena bahan tersebut pada umumnya sudah dalam bentuk kemasan. Barang seperti ini jarang terjadi sistem tawar menawar ini terkait dengan harga yang disepakati bersama. Pada kenyataannya keuntungan mereka relatif stabil dan hampir tidak pernah mengalami kerugian. Untuk masalah komunikasi para pedagang sayuran, pedagang buah dan pedagang sembako tidak mengalami kendala. Hal yang menarik di bandingkan pasar lainnya, pasar Girian yaitu kebersihan lingkungannya, masyarakat di sekitar pasar, penjual,pembeli sangat memperhatikan kebersihan walaupun mereka tahu bahwa ada tugas kebersihan yang mengerjakan tugasnya sehingga tempat-tempat sampah di pasar tradisional sangat berfungsi dengan lingkungan yang bersih membuat penjual betah berdagang dan pembeli nyaman di pasar. Hujan, cerah, panas dan dingin merupakan faktor cuaca yang walaupun tidak begitu berpengaruh langsung namun secara psikologis mampu menghambat dan memperlancar proses jual beli. Harapan mereka adalah cuaca cerah dan suhu sedang. Kondisi seperti ini membuat mereka bertahan untuk melakukan rutinitasnya sebagai pedagang. Mereka lebih santai dalam melayani pembeli, karena pembeli tidak datang secara bergerombol dan tidak tergesa-gesa, sehingga mereka tidak merasa tertekan oleh pembeli dan rasa takut untuk rugi. Tetapi sebaliknya apabila cuaca buruk, mendung dan udara panas atau hujan dengan udara dingin, pembeli datang berbarengan atau bergerombol dan tergesa-gesa.
Pasar Girian tidak diatur melalui pembagian kelas berdasarkan suku, penjual asal Gorontalo, suku Minahasa dan Suku Sangir berbaur menjadi satu. Sehingganya pembagian kelas tidak menjadi hal utama di pasar tradisional Bitung. Namun, menurut pengamatan saya, tidak ada kompetisi di antara para pedagagang baik itu dari suku Gorontalo, suku Minahasa dan suku Sanger, sehingganya tidak ada pembagian kelas antar suku di pasar Girian. Pedagang asal Gorontalo, suku Minahasa dan suku Sangir bahkan berinteraksi dengan baik, bahkan sudah menjadi kerabat dekat antar para penjual Lihat dari histrorynya pedagang rantau bukan hanya masyarakat yang bermigrasio dari Gorontalo ke Bitung ada pula yang sudah berpuluhan tahun sudah tinggal di kota Bitung sehingganya perantau Gorontalo bukan semua bermigrasi dari Gorontalo ke Bitung. Namun perantau yang bermigrasi banyak datang di Bitung untuk meningkatkan status sosial yang awalnya sebagai petani merubah menjadi pedagang di Kota Bitung, Mereka beranggapan bahwa ekonomi kota Bitung lebih baik karena Bitung merupakan kota Industri sehingganya meningkatkan kualitas ekonomi kota Bitung. Letak pasar Girian yang berada di tengah-tengah pemukiman Kelurahan Weru 1 menyebabkan tidak memungkinkan untuk dilakukan pengembangan pasar, sedangkan menurut data tahun 2013 dari Dinas Pasar Kota Bitung jumlah pedagang yang ada sudah mencapai 715 pedagang dengan lahan yang tersedia yaitu 1,252 Ha. Angka ini menunjukan bahwa daya tampung pasar Girian sudah melebihi kapasitasnya yang seharusnya hanya menampung ±500 pedagang. Inilah sebabnya lokasi pasar Girian yang awalnya berada di pinggiran kota Bitung, yang merupakan lokasi yang tepat untuk pasar Tradisional, seiring dengan perkembangan menjadi tidak strategis lagi karena menyebabkan kemacetan.
Selain hal tesebut di atas, ada juga hal lain dalam pasar Girian yaitu faktor kepemilikkan tempat berjualan dan infrastruktur jalan menuju pasar, cara pedagang tradisional demi mendapatkan tempat jualan di pasar yaitu : para pedagang membayar konstribusi pada dinas pasar dengan besaran biaya/meja yang sangat beragam di mulai dari meja ukuran sedang di kenakan konstribusi sebesar Rp.5.000 per hari sedangkan untuk meja yang ukuran besar dengan harga Rp.10.000 per hari, selain itu mereka juga harus membayar biaya kebersihan dan biaya air berdasarkan kebutuhan masing-masing lapak/meja. Untuk masalah infrastruktur jalan, banyak pedagang yang mengeluh tentang infrastruktur tersebut, karena pintu masuk ke Pasar Tradisional diapit oleh kendaran berupa mobil-mobil dan motor yang parkir kenderaan tidak beraturan . Para pedagang susah untuk menjajakan barang dagangan mereka karena tempat mereka sudah menjadi sempit dan pembeli juga harus bersempit-sempitan karena kendaraan yang parkir sembarang tempat membuat penjual dan pembeli menjadi tidak nyaman.
Posting Komentar untuk "POTRET PEDAGANG RANTAU ASAL GORONTALO "