Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asal Mula Kehadiran Suku Bajo Di Toroasiaje, Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

                                     
Asal Mula Kehadiran Suku Bajo Di Toroasiaje, Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Asal Mula Kehadiran Suku Bajo Di Toroasiaje



Oleh


Moh. Bayu Hulungo 


        Alkisah dahulu kala pada tahun 1680-1690 salah satu anak putri Datuk bermain dengan temannya di pinggiran pantai Johor. Anak putri Datuk menaiki sebuah perahu kecil tiba-tiba hujan turun dan angin sangat kencang sehingga Anak Putri Datuk hanyut dibawah angin  kelaut. Salah satu teman-teman dari anak Putri Datuk melihat Putri Datuk hanyut dibawah angin kelaut. Anak itu melapor kepada orang tuanya ,setelah orang tua mendengar laporan dari anaknya, langsung orang tua itu mendatangi sang Raja untuk melapor kejadian itu. Setelah Raja Datuk mendengar laporan bahwa anaknya putri hanyut dibawah angin  ke laut. Raja Datuk sangat marah dan dia mengumpulkan masyarakatnya, lalu dia perintahkan untukmencari anaknya yang hanyut. Tiba-tiba ada masyarakat yang bertanya kepada Sang Raja sebagai pimpinan. Apabila kami mencari anak putri Datuk kami tidak dapatkan, apakah kami bisa kembali. Mendengar pertanyaan itu Sang Raja sangat marah.                     Apabila kalian mencari anak saya tidak mendapatkannya kalian tidak bisa kembali ke Johor. Apabila ada yang kembali saya akan potong lehernya. Masyarakat SukuBajo mendengar pernyataan dari Raja Datuk masyarakat sangat ketakutan.
            PadaTahun 1690-1700 sebahagian besar masyarakat perahu dan layar sebagai alat pendorong ada yang mencari ke Barat, Timur, Utara dan Selatan. Tetapi tidak berhasil menemukan anak putri Datuk. Masyarakat Suku Bajo mengingat pernyataan Raja Datuk mereka tidak pulang ke Johor pada tahun 1700, sebagia Suku Bajo meninggalkan daerah Johor. Sehingga sekarang ini kta bisa lihat hamper di setiap tempat banyaka terdapat suku Bajo salah satunya yang ada di Torosiaje.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Micing Sairullah (52 Tahun) beliau mengatakan bahwa:
Dahulu Torosiaje kaya jara tampa pasinggaang, karna tampa  malaso talindo baka sangei, makayadu tampa disiru mamselo daya bako, disiru baka buah,baka adinta-adinta sadirina, bisana masingga makaya jara 5-10 soppe. Bitta-bitta disiri tingga ne ma Torosiaji sampe 50 soppe, sampe sekara dadine kampo Torosiaji”
Maksud dari perkataan Bapak Micing Sairullah

dahulu Desa Torosiaje merupakan tempat persinggahan bagi suku Bajo, karena Torosiaje memiliki tempat yang starategis bagi mereka untuk istrihat, dan melakukan transaksi berupa barter. masyarkat suku Bajo menukarkan ikan dan dan penyu kepada salah seorang yang tinggal di tempat rersebut yaitu sihaji( pak Haji), ikakan tersebut mereka tukarkan dengan beras dan buah-buhaan atau bahan lainya yang mereka tidak miliki. Dahulu hanya 5-10 saja perahu besar (soppe) yang singga ditempat ini tapi lambat laun mereka menjadi banyak, sehingga terciptalah perkampungan suku Bajo yang ada di Torosiaje”
(Wawancara 14 November 2016)

Sistem Kekerabatan
            Dalam kehidupan masyarakat suku Bajo sistem kekerabatan itu sangat tinggi dan baik antara keluraga, dan orang lain disekitar mereka. Salah satu contoh jika ada masyarakat suku Bajo yang sakit parah dan memerlukan biaya besar maka kaluarga, tetangga dan masyarakat yang lain akan membantu tanpa diminta pasti mereka akan memberikan sediki rejeki mereka kepada keluarga yang sakit tersebut, salah satu contohnya lain jika ada masyarakat yang ingin melaksanakan pernikahan maka masyarakat yang lain akan membantu, mulai dari awal persiapan pernikahan sampai akhir acara, baik dalam bentuk materi maupun tenaga. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang informan yaitu Bapak Irjon( 55 tahuh) beliau mengatakan bahwa.
Kami aa sama baka danakang mau baka aa tata kami siatulo, meania kea a pidi, aa matei, mau aa manika pasti kami sitabangang baka disiru, amau misa matedenag disiru maka mi tata kami nulo disiri, mau baka bagei kea tau sama, atat tulu kami, iri karena lika diki kami sudah dipaguru untuk situlo baka aa.”
           (Wawancara 14 November 2016)
            Maksud dari perkataan dari bakak Irjon
Kami orang Bajo orang yang sangat menjaga sistem kekerabatan kami, bukan hanya dengan sesama orang Bajo maupun dengan orang luar juga, seperti ada Pernikahan,orang siktit, atau ada yang masyarakat kami nenggal pasti kami akan menolong meskipun tanpa da imbalan. Karena sejak kecil kami diajarkan untuk saling membantu antara satu dengan yang lain. Kami menggap semua orang itu kelurga kami baik dia Masyarakat Bajo ataupun masyarkat lain, kami berfikir manusia yang satu pasti membutukkan manusia yang lainya.
( Wawancara 14 November2016 )
Agama dan Kepercayaan
            Agama menurut Oman[1] adalah pengakuan akan adanya realitas tertinggi, suatu realitas yang bernilai yang harus disembah. Berbeda dengan masyarakat Bajo, meskipun mereka bearagama Isalam semua, tapi mereka masih percaya dengan hal-hal gaib, itu semua dapat kita jumpa dalam setiap upaca adat dan hal-hal lainnya. Seperti yang dikataka oleh salah seorang informan yang penelti wawancarai yaitu Bapak Agung Lahasan 65 tahun beliau mengatakan :
   “ kami aa sama memomong agama islam, tapi kami masing percaya baka mbo dilaou, kataonang kami ia msaih nenele kami lika madiki sampe kabasarang kami dati setiap nia bona maiana pasti langsung di pugeang adana, supaya ia dijaga.”
                        (Wawancara 14 November 2016)
Maksud dari perkataan Bapak agung adalah :
“kami semua orang Bajo Bergama islam, tapi kami masih percaya    akan hal-hal gaib atau yang berbau mistis,karena kami menggap ada makhluk lain juga menempati Bumi selain manusai,seperti makhluk gaib lainya yang hidup dilaut yang atau yang mereka sebut deang penghuni laut, mereka menggap bahwa pengusa laut mereka itu mengawasi dan melihat mereka, sehingga jika ada yang baru melahirkan sering dilakukan upacara adat mereka, supaya dijaga dan diberikan keselamtan”.
(wawancara 14 November 2016)
Meskipun Masyarakat suku Bajo sudah pamah dengan ajaran agama islam tetapi merka masih  percaya  akan kepercayaan dan keyakinan diluar ajaran agama ilsalm ajaran yang kesemua itu bisa dikatakan menyimpang dengan sariat islam Misalnya saja kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib, makhluk-makhluk halus yang tinggal di tempat-tempat tertentu seperti laut yang dianggap sebagai pemilik atau penjaga laut yang dapat memberikan bencana bagi orang-orang Bajo sehingga mereka sering memberikan sesajian. Kepercayaan akan hal gaib itu sedak tumbuh sejak mereka kecil.
Sebagai suatu kelompok masyarakat, tentunya orang Bajo dalam kehidupan dan aktivitas mereka sehari-hari tidak dapat terlepas dari tradisi dan kepercayaan terhadap sesuatu yang magis. Adanya ritual  patambarang (pengobatan) orang Bajo yang tujuannya untuk menyembuhakn piddi (penyakit) yang sudah tidak bisa lagi disembuhkan dengan bantuan dokter, yang pernah dilakukan oleh orang-orang Bajo termaksud ritual pengobatan yang sudah pada tingkatan atas yang harus menghadirkan pitu puhuna sandro (tujuh orang dukun) yang memakai pakaian adat orang Bajo. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan dalam ritual pengobatan untuk menangani orang yang sedang sakit harus menyediakan tujuh macam bahan  tersebut diantaranya adalah: (1) 3 macam nasi berwarna,1, putih, hitam dan merah. ; (2) Badu (baju); ; (3) Bidah (sarung); (4) songko; (5) pisau pusaka; (6) tatali (uang 25 rp); (7) saloka ngurah (kelapa muda); (10) antillo (telur). Ritual untuk menyembuhkan piddi dilakukan pada malam senin dan malam jumat setelah shalat magrib di rumah orang sedang terkena penyakit. Ritual ini sering dilakukan jika ada orang memiliki penyakit diluar kewajaran.

Karakter Ekonomi dan Sosial Budaya
Desa Bajo Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato merupakan salah satu tempat yang memiliki karakateristik ekonomi, sosial dan budaya masyarakatnya sendiri seperti:  
a.    Di Desa Torosiaje menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi penduduknya dengan bermata  pencaharian sebagai nelayan, dan  sebagai pengusasha.
b.    Penduduk Torosiaje memiliki kegiatan sosial ekonomi yang lebih kepada air.. sehingga bisa dikatakan pendapatan terbesar mereka sebagai nelayan.
       Hasil utama yang diperoleh dari kegiatan melaut adalah ikan yang ditangkap dengan cara memanah, memancing, memasang pukat atau jaring, bagang, memasang rumpon, kadang-kadang menangkap ikan dengan Bom laut. Hasil-hasil tangkapan yang sering didapatkan oleh nelayan orang Bajo ini adalah udang, ikan batu,  rumput laut, teripang, kerang-kerangan laut, ikan tuna dan masih banyak lagi jenis ikan lainnya.
      Banyak dari orang-orang Bajo sering membuat perahu sendiri, bahkan masih ditemukan perahu soppe yaitu perahu yang bisa menjadi tempat tinggal bagi orang Bajo berbentuk seperti rumah. beratapkan  daun rumbia.
       Kendaraan yang digunakan oleh nelayan Bajo ini untuk pergi ke laut sekaligus mencari hasil-hasil laut adalah perahu bermotor (perahu dengan meggunakan mesin) yang kadang juga sering digandengkan dengan sampan sebagai tempat menampung hasil tangkapan atau kebutuhan lainnya. Kendaraan tersebut sekaligus menjadi alat transportasi atau alat komunikasi. Karena, itu setiap rumah di desa tersebut memiliki perahu dan bahkan ada yang memiliki lebih dari satu buah perahu.
       Hasil-hasil tangkapan nelatan masyarkat Bajo yang diperoleh dari laut biasanya ada yang langsung di jual di Tempat pengepul ikan,. Selain hasil tangkapannnya dijual, ada juga yang diawetkan dengan cara dijemur dengan cara penggaraman. Dari hasil tangkapn nelayan Bajo tersebut ada juga yang dikonsumsi oleh mereka sendiri.
c.    Masyarakatnya  Bajo Torosiaje  memiliki cirri khas yaitu memiliki suara yang sangat keras ketika bercerita dengan orang-orang yang ada dihadapan dan disekeliling mereka. 
d.   Desa Torosiaje menjadi salah satu tempat wisata yang ada Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato yang sampai sekarang ini menjadi tempat paforit dari masyarakat yang ada di Kabupaten Pohuwato untuk berlibur.
e.    Kebutuhan air bersih sampai denga sekarang ini menjadi salah satu masalah besar yang ada di Torosiaje meskipun air Pam sudah masuk namun masih belum stabil. Sehingga, yang menjadi alternatif dari masyarakat Torosiaje adalah membeli air pertangki yang dihargai dengan harga 5 ribu per Drum, atau mereka pergi kekampung sebelah untuk memngambil air. Setiap harinya orang-orang yang ada di Desa torosiaje harus membeli air untuk kebutuhan mereka sehari-hari seperti mencuci dan mandi. Namun air yang sering digunakan oleh mereka untuk memasak  dan minum adalah air aqua. 
f.     Tempat pemukiman masyarkat  Bajo Torosiaje  yang berada di atas air laut cenderung rapat, masih sangat banyak rumah-rumah orang Bajo yang kumuh dan tidak tertata rapi. 
g.    Pada umumnyaMasyarkat Bajo belum memiliki kesadaran diri terhadap tempat tinggal mereka, banyak dari mereka yang masih membuang sampah dan menimbun sampah misalnya pembugkus snak dan sampah lainnya sebarangan yang sering terapung di air laut yang berada baik itu disekeliling rumah orang-orang Bajo dan di bawah rumah mereka. Sehingga, menimbullkan bau dan merusak pemandangan Desa Bajo.





          [1]Rafael Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 68.           
KAJIAN SOSIAL
KAJIAN SOSIAL Assalamualaikum Wr. Wb Abd Rahman Asril, sudah ngeblog dari tahun 2015, dan saat ini mengajar di MTs. Negeri 1 Pohuwato, Gorontalo

1 komentar untuk "Asal Mula Kehadiran Suku Bajo Di Toroasiaje, Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo"