Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Globalisasi Dan Kosmopitanisme

Globalisasi Dan Kosmopitanisme

Globalisasi Dan Kosmopitanisme

Oleh : Abd. Rahman Asril


1. Giddens “ globalisisi sebagai dunia yang tidak terkendali”
             Menurut Giddens, globalisasi merupakan proses peningkatan saling tergantungan masyarakat dunia dinamakan dengan globalisasi. Ditandai oleh kesenjangan tingkat kehidupan antara masyarakat industri dan masyarakat dunia ketiga (yang pernah dijajah Barat dan mayoritas hidup dari pertanian). Dengan kata lain bahwa globalisasi sebagai ‘intensifikasi hubungan sosial seluruh dunia yang menghubungkan daerah yang jauh dalam sedemikian rupa sehingga kejadian lokal dibentuk oleh peristiwa yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya. Dalam karyanya tentang Runaway Word,  dalam pemikirannya, ia mengatakan bahwa Popularitas ide globalisasi, berkaitan erat dengan tesis “kita semua sekarang hidup dalam satu dunia” (semacam global village ala McLuhan). Dalam uraian karya ini, Giddens meyakinkan pendengar (saat itu) dan pembaca (saat ini) tentang dunia yang lepas kendali akibat adanya pengaruh globalisasi. 
        Terdapat sejumlah pemikir yang secara tegas berlawanan dalam mengapresiasi gejala globalisasi ini. Pertama, kaum skeptis. Kelompok ini berpandangan bahwa globalisasi adalah omong kosong. Fenomena yang terjadi adalah biasa-biasa saja. Dunia hari ini, adalah kelanjutan dari era sebelumnya. Konsentrasi perkembangan ekonomi ada pada wilayah regional, bukan pada tingkat global. Kelompok ini, dapat dikelompokkan sebagai kelompok kiri lama. Kedua, kaum radikal. Kelompok ini memandang bahwa globalisasi adalah sesuatu hal yang riil dan mempengaruh seluruh dimensi kehidupan manusia. Banyak bangsa dan negara yang kehilangan batas geografis, dan batas kedaulatannya. Kaum radikal dapat dikategorikan sebagai kelompok kanan. 
Dengan memahami polarisasi apresiasi terhadap gejala globalisasi ini, Giddens mengatakan globalisasi ini, bukan hanya nyata, tetapi juga sangat revolusioner (5) dalam berbagai dimensi kehidupan. Oleh karena itu keliru, jika menganggap bahwa globalisasi hanya berkaitan erat dengan sistem-sistem yang besar. Globalisasi, pun mempengaruhi tatanan mikro kehidupan manusia, misalnya saja ‘keluarga’. Demikianlah globalisasi sebagai sebuah rangkaian proses yang kompleks, dan semuanya berlangsung dalam wujud yang kontradiktif.  Perubahan kualitas lingkungan terjadi hampir setiap penjuru dunia. Kenaikan suhu permukaan bumi, menjadi salah satu perhatian kengerian masyarakat dunia. Perubahan lingkungan ini, mungkin disebabkan oleh ulah manusia, mungkin pula ada gejala yang lainnya. Kendatipun demikian, itu semua akan membawa risiko bagi kehidupan manusia.
      Gagasan tentang risiko, ada kaitannya dengan konsep lainnya, yaitu probabilitas dan ketidakpastian. Konsep risiko tidak sama dengan ancaman atau bahaya, sebab sebuah risiko memiliki nilai kemungkinan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, tidak mungkin seseorang berani mengambil resiko, jika tingkat kepastiannya mencapai 100 %. Dalam pandangan Giddens, budaya tradisional tidak memiliki konsep risiko. Konsep takdir, nasib, pasrah, keberuntungan merupakan nilai-nilai tradisional yang masih tumbuh di zaman modern ini, namun kerap menjadi ‘tahayul,  yang digunakan orang dengan malu-malu. Konsep risiko (dengan aspek negatif dan positif), muncul di awal masyarakat industri modern, yang ingin menentukan masa depannya sendiri ketimbang menyerahkan kepada agama, tradisi atau perlakuan alam. Dalam perkembanganya, Giddens menyebut ada dua jenis risiko, yaitu risiko eksternal dan risiko buatan (manufactured risk). Risiko eksternal, disebabkan oleh adanya faktor luar, misalnya alam atau tradisi. Sedangkan, risiko buatan yaitu yang tercipta sebagai dampak perkembangan pengetahuan kita tentang dunia. Misalnya polusi udara, polusi air, polusi suara, dan segala macam polusi plus bahaya nuklir. Ide tentang back to nature, pengembangan prinsip pencegahan dan mengembangkan nilai-nilai tanggung jawab sosial, belum dapat menyelesaikan masalah risiko buatan. Kita tidak mungkin mengambil sikap yang negatif terhadap risiko4. Risiko selalu perlu dikendalikan, namun aktif mengabil unsur pokok perekonomian yang dinamis dan masyarakat yang inovatif. Keberanian untuk mengembangkan kemampuan manajemen risiko itulah yang akan menjadi penyelesaian masalah kehidupan modern saat ini.
          Dalam pandangan Giddens, tradisi adalah sesuatu yang diciptakan, dan tidak terlepas dari adanya kepentingan kekuasaan untuk melegitimasi kekuasaannya. Tidak ada masyarakat yang sepenuhnya tradisional. Hanya sebuah mitos yang menganggap, bahwa tradisi tahan terhadap perubahan, bahkan dapat dikatakan bahwa tradisi itu diciptakan dan diciptakan kembali. Kendatipun tidak menutup kemungkinan adanya nilai-nilai dasar yang tetap dipertahankan. Secara prinsipil, kesinambungan apapun yang ada dalam doktrin itu akan tetap diiringi oleh adanya perubahan, bahkan perubahan revolusioner dalam penafsiran dan pengamalannya. Pada sisi yang lainnya, simbol tradisional juga tidak mesti terjadi sejak asali. Simbol-simbol tradisi dapat dikembangkan dan berkembang sesuai dengan perkembangannya, misalnya saja pidato kenegaraan, ternyata telah menjadi sebuah tradisi. Oleh karena itu, kemampuan bertahan lama, bukanlah sebuah ciri tradisi. 
Abad pencerahan, sangat berkeinginan untuk menghancurkan otoritas tradisi, baik itu melalui penghapusan lembaga maupun nilai kulturalnya sehingga masyarakat mengalami detradisionalisasi. Kalangan modern, menganggap bahwa tradisi merupakan akar masalah dari gerakan konservatisme. Namun demikian, dengan adanya globalisasi dan modernisasi, ternyata tidak melenyapkan nilai tradisi, dan malahan membangkitkan kegairahan nilai-nilai tradisi di era modern dan global. Sebagian masyarakat dunia, menganggap bahwa nilai tradisional dapat mengisi ruang-kosong akibat adanya modernsiasi saat ini. Oleh karena itu, menurut Giddens, sangat rasional jika kita mengakui bahwa tradisi dibutuhkan dalam masyarakat, karena dapat membangun kesinambungan dan memberi bentuk pada kehidupan.

2. Globalisasi politik dan Kosmopolitanisme
          Gobalisasi merupakan proses peningkatan konektivitas dan interdependensi dalam bisnis dan pasar dunia. Banyak sumber dalam isu-isu globalisasi berasal dari latar ekonomi. Perspektif sosiologis dalam globalisasi memungkinkan dunia menjadi tanpa batas. Sedangkan globalisasi politik merupakan suatu gambaran tentang perpolitikan yang ada di dunia yang dipengaruhi oleh arus globalisasi. Sehingga sekarang ini terjadi hubungan bilateral dan multilateral antar negara  tersebut. Dengan kata lain bahwa globalisasi politik adalah proses masuknya suatu pola atau nilai-nilai yang diterima secara menyeluruh karena membawa pembaharuan dan menguntungkan di bidang politik,seperti kerja sama-kerja sama politik antar negara dengan membentuk suatu organisasi internasional multilateral. Globalisasi politik disebut juga global governance.  Global governance merujuk pada hubungan antar aktor (baik negara maupun non negara) yang lebih teratur dan tertib serta partisipasi luas antar aktor tersebut yang ruang lingkupnya lebih ke arah jaringan daripada hirarki. Kecenderungan perkembangan gagasan mengenai global governance ini diyakini sebagai akibat dari perubahan dalam kondisi politik dunia yang dipengaruhi oleh globalisasi, sehingga memunculkan sifat saling ketergantungan (interdependence) dan saling terikat (interconnectedness). Menurut Finkelstein, global governance adalah  memerintah (governing), tanpa otoritas kedaulatan, hubungan yang melampaui batas-batas nasional dapat dikatakan bahwa global governance merupakan bentuk pemerintahan internasional yang tidak otoriter. 
           Globalisasi di bidang politik akan  memberikan dampak terhadap perubahan perpolitikan dunia, seperti contoh kasus demonstrasi yang menuntun pemerintah Tiongkok untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Tibet yang berujung pada sebuah demonstrasi berdarah. Implikasi dari adanya globalisasi politik yang dalam hal ini melibatkan negara MaoZedong yaitu munculnya tuntutan kebebasan demokrasi pada tahun 1989. Peristiwa berdarah yang dikenal dengan “Peristiwa Tiananmen” tersebut berakhir dengan bentrokan dengan aparat keamanan yang menewaskan ribuan mahasiswa dan pemuda.Pemberontakan ini sedikit membawa angin demokratisasi sehingga membuat China saat ini dapat dikatakan sebagainegara Super Power baru. Sementara itu, Dingwerth dan Pattberg memberikan satu pandangan lain yang menyatakan global governance. Mereka menambahkan bahwasanya global governance merupakan perspektif multiaktor dalam dunia politik serta terdapat suatu fenomena yang terinterdependensi yang terjadi di dalamnya. Global governance dapat didefinisikan secara umum sebagai sebuah struktur regulasi yang dapat berupa organisasi atau sebuah tatanan yang dibentuk dengan kesepakatan, yang diberikan kewenangan untuk mengkoordinasikan tiap aktor, mengontrol dan memiliki otoritas penuh atas bidang yang disepakati dan melaksanakan kebijakan. Sedangkan Menurut Kleingeld dan Brown nilai-nilai kosmopolitanisme dapat dipahami secara positif dan negatif. Secara negatif, kosmopolitanisme dipandang sebagai sebuah ide dimana warga negara kehilangan jiwa patriotisme, nasionalisme serta menunjukan ketidaksetiaan pada negaranya. Pandangan ini berkembang luas ketika masa kejayaan Hitler di Jerman dan Stalin di Uni Soviet. Secara fositif, kosmopolitas dianggap sebagai kecendrungan akan terbukanya pikiran, toleransi dan empati terhadap seluruh dunia.
           Derrida dan Habermas bergerak dalam lintasan wacana Pencerahan tentang toleransi, keadilan, dan tanggung jawab, lalu mencoba menempatkan kembali wacana ini dalam konteks demokrasi radikal, yaitu suatu politik universal melampaui kosmopolitanisme sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh Kant. Derrida dan Habermas sepakat bahwa toleransi memiliki asal-usul keagamaan yang kemudian diapresiasi oleh politik sekuler sehingga tak heran bila toleransi sering dipraktikkan dalam semangat paternalistik, bahkan berat sebelah. Toleransi diandaikan berlangsung dalam payung otoritas politik yang dominan atas yang lain, minoritas. Dalam pandangan Habermas, pola toleransi yang berat sebelah dapat dinetralkan jika toleransi dipraktikkan dalam konteks sebuah sistem politik yang partisipatoris sebagaimana disediakan oleh demokrasi deliberatif. Toleransi mengandaikan sikap warga negara terhadap yang lainnya berdasarkan hak dan kewajiban yang sama sehingga tidak ada ruang bagi otoritas tertentu yang diperbolehkan secara sepihak menentukan batas-batas, apa yang dapat ditoleransi dan apa yang tidak. Sebagai konsekuensinya, keadilan dan tanggung jawab niscaya diletakkan dalam konteks yang sama. Habermas menekankan pentingnya toleransi dan konsensus rasional dalam masyarakat demokratis atau global. Toleransi harus dipandang secara positif baik etis maupun politis. Ia dipandang secara etis karena mengandaikan kebenaran dari yang lain. Ia dipandang secara politis karena mampu membentuk konsensus rasional. Pemihakan ini adalah turunan dari gagasan Habermas mengenai demokrasi konstitusional sebagai satu-satunya sistem yang dapat mengakomodasi komunikasi bebas dominasi dalam rangka pembentukan konsensus rasional.
        Munculnya kosmopolitanisme diawali dengan munculnya pemikiran stoisisme. Stoisisme menekankan pada naturalness of virtue dan adanya hubungan antara diri sendiri dan kepedulian terhadap orang lain. Secara singkat, Stoisisme menekankan pada pandangan bahwa hidup sesuai dengan alamnya. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan dilema karena apabila manusia harus hidup sesuai dengan alamnya, kemudian manusia tersebut akan cenderung memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini akan menimbulkan chaos. Maka disinilah kemudian stoism membentuk jembatan antara manusia sendiri dengan manusia lainnya. Kosmopolitanisme melihat adanya dimensi tunggal dalam kehidupan manusia di dunia bahwa sesungguhnya setiap manusia adalah satu. Fakta bahwa terdapat perbedaan-perbedaan nyata antara tiap manusia di dunia, kosmopolitanisme kemudian menekankan pada hidup berdampingan diantara perbedaan-perbedaan tersebut dan bukannya meng-homogen-kan manusia karena perbedaan-perbedaan termasuk pernedaan identitas manusia yang terkait pada entitas politik tertentu. 

       Itulah penjelasan singkat mengenai Globalisasi dan Kosmopiltanisme, smoga dapat bermanfaat. 

KAJIAN SOSIAL
KAJIAN SOSIAL Assalamualaikum Wr. Wb Abd Rahman Asril, sudah ngeblog dari tahun 2015, dan saat ini mengajar di MTs. Negeri 1 Pohuwato, Gorontalo

Posting Komentar untuk "Globalisasi Dan Kosmopitanisme"