Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan Kebudayaan Dengan Hukun


kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.  Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada bukunya Setan
gkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. 
Pengertian Kebudayaan dalam bahasa inggris disebut culture. merupakan suatu istilah yang relatif baru karena istilah culture sendiri dalam bahasa inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Sebelumnya pada tahun 1843 para ahli antropologi memberi arti kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture dan holticulture. Hal ini bisa kita mengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Pada arti kiasan kata itu juga berarti  pembentukan dan pemurnian jiwa. Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture yang mendefinisikan pengertian kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang lazimnya disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia manapun kebudayaan tersebut dapat ditemukan, seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Beberapa dari orang yang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan, seperti Bronislaw Malinowski dan C. Kluckhoh. 
a.       Bronislaw Malinowski
Bronislaw Malinowski menyatakan bahwa ada empat unsur pokok kebudayaan yang meliputi sebagai berikut...
1.       Sistem norma-norma yang memungkinkan kerja sama antaranggota masyarakat agar menyesuaikan dengan alam sekelilingnya. 
  1. Organisasi ekonomi
  2. Alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). 
  3. Organisasi kekuatan (politik)
b.      C. Kliucckhohn
Kliucckhohn menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu sistem mata pencaharian hidup; sistem peralatan dan teknologi; sistem organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa; kesenian; sistem religi dan upacara keagamaan.
Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia, atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya akulturasi.  Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat atau bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga sekelompok individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas kelompok individu di sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari kebudayaannya. 
Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai berikut :
1.       Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah pada alat tulis menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsur-unsur kebudayaan barat. 
  1. Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio transistor yang banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media. 
  2. Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik penggilingan.
 Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah sebagai berikut :
1.       Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup, dan lainnya
  1. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang sangat mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok lainnya. 
Manusia ketika terlahir didunia telah lebih dulu bergaul dengan manusia-manusia lainnya, pada awalnya dia berhubungan dengan orang tua dan keluarganya, semakin bertambah dan bertambah usianya semakin luas pula daya cakup pergaulannya dengan manusia lainnya, dengan begitu secara perlahan-lahan ia mulai sadar bahwa kebudayaan dan perilaku yang dialaminya merupakan hasil pengalaman masa-masa lampau, semakin bertambahnya usia manusia tersebut mulai mengetahui bahwa dalam hubungannya dengan orang lain dari masyarakat dia bebas namun dia tidak boleh berbuat semaunya, sehingga dalam hal ini untuk membatasi perbuatan manusia yang cenderung semaunya tersebut adalah dengan adanya pembentukan aturan atau yang lebih kita kenal dengan sebutan hukum.
Bila kita berbicara tentang hukum tentu semuanya sudah mengetahui bahwa hukum tersebut dibuat untuk keperluan mengatur tingkah laku manusia, karena memang pada dasarnya perilaku ataupun tingkah laku manusia memiliki sifat yang beragam, untuk sekedar mengikat tingkah laku manusia dibentuklah apa yang dinamakan hukum, dengan adanya hukum tersebut maka pada konsepnya tingkah laku manusia dapat dikontrol dan dapat dikendalikan, perilaku manusia ini pada dasarnya memang tidak terlepas dari pola pikir dan wujud budaya manusia itu sendiri, dalam arti bahwa segala yang dilakukannya adalah berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri. 
Hukum positif yang ada di Indonesia saat ini memang mengakui adanya hukum adat, dimana hukum adat tersebut merupakan kelanjutan atau dapat diartikan muncul karena suatu kebudayaan, misalnya dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Soerjono soekanto, S.H, M.A yang berjudul pokok-pokok sosiologi hukum, ada suatu kebudayaan yang berkaitan dengan perkawinan bahwa seorang laki-laki yang telah beristri tidak boleh memiliki istri lagi, misalnya seperti itu, kemudian misalnya lagi tentang pembagian warisan didaerah Tapanuli mengatakan bahwa seorang janda bukanlah merupakan ahli waris bagi suaminya, karena janda dianggap orang luar (keluarga suaminya), garis yang semacam ini merupakan pencerminan dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat, ada lagi yang juga tentang perkawinan, bahwa disebutkan di kalangan orang-orang Kapauku Irian Barat, melarang seorang laki-laki untuk mengawini seorang wanita dari klan yang sama, dan statusnya termasuk satu generasi dengan laki-laki yang bersangkutan, peraturan semacam ini juga merupakan pencerminan dari nilai-nilai sosial-budaya suatu masyarakat. Nah lama kelamaan kebudayaan tersebut dalam perkembangannya dapat  berubah menjadi suatu kepatuhan yang melekat pada setiap masyarakat tersebut, dan bisa berkembang lagi menjadi suatu aturan dan dinamakan hukum adat.
Fredrich Karl Von Savigny seorang tokoh hukum terkemuka penganut madzab sejarah dan kebudayaan mengatakan bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul, hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat dan semua hukum tersebut berasal dari adat istiadat dan kepercayaan. Dari sini memang membenarkan bahwa kebudayaan atau yang lebih dikenal dengan hukum adat merupakan cikal bakal terjadinya hukum, karena memang hukum tersebut timbul dengan menyesuaikan keadaan masyarakat setempat, perilaku masyarakatnya seperti apa, kebiasaannya seperti apa dan pada akhirnya hukum yang menyesuaikannya, sehingga hukum yang dibentuk sesuai dan tidak bersebarangan dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat setempat.

Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya budaya yang berkembang dalam masyarakat yang sekiranya bertentangan dengan norma kesopanan dan asusila misalnya, dengan demikian bila tadi kita berbicara bahwa budaya atau hukum adat adalah salah satu cikal bakal hukum positif di indonesia maka dalam hal ini hukum tersebut ada kalanya melihat atau dalam arti memilah milah, mana yang sesuai dengan norma yang berlaku mana yang berseberangan. Dalam hal ini kedudukan hukum adat di Indonesia secara resmi diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya.
Sehingga secara umum hubungan yang terjadi antara hukum dengan sosial-budaya atau kebudayaan adalah bahwa budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya kepatuhan dan menjadi aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat tersebut menjadi salah satu referensi bagi hukum positif Indonesia.
Sir Henry maine seorang tokoh hukum terkemuka mengatakan bahwa hubungan-hubungan hukum yang didasarkan pada status warga masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat modern dan kompleks. Sehingga dari pemikiran Maine tersebut dapat dikatakan dengan semakin berkembangnya jaman, pola pikir masyarakat, maka hukum yang mengendalikannya pun pada konsepnya memang harus menyesuaikan, masyarakat sudah mulai berubah dari masyarakat sederhana menjadi masyarakat yang modern dan kompleks, sehingga tidak mungkin hukum yang sederhana atau dapat dikatakan untuk masyarakat sederhana diberlakukan terhadap masyarakat yang lebih modern dan kompleks, malah bisa-bisa hukum yang dikendalikan oleh individu bukan individu yang dikendalikan oleh hukum.


KAJIAN SOSIAL
KAJIAN SOSIAL Assalamualaikum Wr. Wb Abd Rahman Asril, sudah ngeblog dari tahun 2015, dan saat ini mengajar di MTs. Negeri 1 Pohuwato, Gorontalo

Posting Komentar untuk "Hubungan Kebudayaan Dengan Hukun"