Agama dalam Tentukur Antropologi Simbolik Clifford Geertz
Darimana datangnya agama ?
Persoalan
yang penting dalam mengkaji persoalan ini adalah apakah sebabnya
masyarakat
itu percaya dengan kepercayaan mereka itu? Dari manakah asalnya kepercayaan
mereka itu ? sehingganya menurut Geertz bahwa kepercayaan muncul dari pengaruh
sosial masyarakat yang didalamnya terdapat interaksi antar masyarakat yang
memunculkan berbagai macam pola tingkah laku dari masyarakat itu sendiri dan
juga kepercayaan muncul dari adanya simbol-simbol agama tertentu yang ada di masyarakat.
Menurutnya, seseorang yang lahir di dunia tidak mempunyai agama atau budaya
apapun, tetapi haruslah diterima oleh
seluruh kalangan masyarakat sebagai suatu agama dan budaya. Begitulah halnya
seseorang itu tidak perlu mencipta bahasa untuk mula bertutur.
Jadi, kesimpulannya, menurut Geertz, walaupun
merupakan suatu pilihan yang bebas, bukannya lahir dari diri seseorang tetapi
diambil dari amalan masyarakat dan simbolsimbol agama yang telah wujud.
Simbol-simbol agama dan amalan inilah yang mewujudkan kepercayaan di dalam
sesebuah masyarakat. Ini termasuklah pembacaan-pembacaan doa, zikir, kepatuhan
kepada sultan atau pemimpin, dan amalan-amalan keagamaan yang akhirnya membentuk peribadi dan
kepercayaan seseorang itu. Keterikatan sesebuah masyarakat dengan simbol-simbol
keagamaan menjadi mekanisme utama bagi mereka untuk menerima sesuatu
kepercayaan itu.
Kenapa
Manusia Beragama ?
Dalam kaitannya di atas, Geertz mengajukan beberapa pertanyaan
diantaranya, apakah sebabnya masyarakat itu dipengaruhi oleh
simbol-simbol tersebut? Apakah sebabnya masyarakat mengamalkan amalan-amalan
tersebut? Apakah juga sebabnya amalan-amalan tersebut mempunyai pengaruh dan
kesan terhadap masyarakat? dari beberapa pertanyaan di atas, terdapat 3 jawaban
yang disampaikan oleh Geertz antara lain,
Pertama,
dari sisi psikologi, manusia selalu mengharapkan yang namanya kasih sayang, dari seseorang
yang dianggap berkuasa.
Kedua,
dari sisi sosial, berbagai tekanan yang dihadapi, itu semua itu diterima dengan
ikhlas, karena mengingikan agar imannya bertambah dari agama yang
dipercayainya.
Dan
yang ketiga adalah dari sudut budaya yang timbul dari perasaan,dimana akal
tidak mampu menggambarkan hal-hal yang telah terjadi. Inilah menjadi sebab kata
Geertz, kenapa kita memerlukan wahyu-wahyu agama supaya kehidupan manusia itu
tidak bertentangan dengan akal fikiran manusia dan memberikan jawapan serta
merasionalkan, melogikkan, dan mewajarkan persoalan-persoalan yang telah timbul
tentang aturan yang telah dibuat oleh Tuhan.
Evolusi
Beragama
Menurut geertz, Ketahanan jiwa, tekanan masyarakat, dan masalah-masalah
makna tidak lagi berpadu menjadi kekuatan yang ampuh untuk menggerakkan
individu untuk merealisasikan simbol-simbol agama tersebut. Simbol-simbol itu
memang masih ada, begitu juga dengan upacara-upacara agamanya yang dianggap
mempunyai kebenaran spiritual yang abadi. Seperti halnya dicontohkan
seperti seseorang yang giat pergi ketempat-tempt suci untuk beribadah, namun
tidak menutup kemungkinan kemampuan seseorang untuk menghayati agama yang
dipercayainya akan trus menurun.
Agama
dan Sekularisasi
Menurut Geertz,
masyarakat dunia cenderung untuk menyimpulkan bahawa secara asasnya tidak ada
konflik antara agama dan ilmu pengetahuan (sains). Kedua-duanya merupakan suatu
alternatif yang melengkapi antara satu sama lain. Asas ini disandarkan kepada
perspektif bahawa sains tidak dicampur adukkan dengan agama. Kedua-duanya
diasingkan. jika persaingan antara agama dan ilmu untuk menegakkan kebenaran
masing-masing ini diberi perhatian khusus oleh kedua-dua belah pihak (agama dan
ilmu), maka sejarah agama Islam dan agama-agama lain tidak akan dapat difahami.
Pertentangan ini menurut beliau tidak akan menemui titik akhirnya sama sekali.
Posting Komentar untuk "Agama dalam Tentukur Antropologi Simbolik Clifford Geertz"